Sabtu, 07 Maret 2015

Pembukaan

Selamat Datang Di Blog Saya



Blog ini untuk memenuhi Ujian Praktik Mata Pelajaran TIK.

Kalian akan mendapatkan informasi mengenai usaha kayu jati glondongan.

Selamat membaca semoga bermanfaat.

Terimakasih.... :)

Pengertian Kayu Jati


Jati (Tectona grandis L.f.) terkenal sebagai kayu komersil bermutu tinggi, termasuk dalam famili Verbenaceae. Penyebaran alami meliputi negara-negara India, Birma, Kamboja, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Di Indonesia jati terdapat di beberapa daerah seperti Jawa, Muna, Buton, Maluku dan Nusa Tenggara.

Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu berkisar 3-6 bulan pertahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata 1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. Daerah-daerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH netral hingga asam.

Menurut T.Altona, penanaman jati yang pertama dilakukan oleh orang hindu yang datang ke Jawa. Sehingga terkesan, jati didatangkan oleh orang hindu atau negeri hindulah tempat asli dari jati. Pendapat ini diperkuat oleh seorang ahli botani, Charceus yang mengatakan bahwa jati di Pulau Jawa berasal dari India yang dibawa sejak tahun 1500 SM sampai abad ke- 7 Masehi.

Kontroversi ini kemudian terjawab dengan penelitian marker genetik menggunakan teknik isoenzyme yang dilakukan oleh Kertadikara pada tahun 1994. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa jati yang tumbuh di Indonesia (Jawa) merupakan jenis asli. Jati ini telah mengalami mekanisme adaptasi khusus sesuai dengan keadaan iklim dan edaphis yang berkembang puluhan hingga ratusan ribu tahun sejak zaman quarternary dan pleistocene di asia Tenggara.

Kayu jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II. Penyebab keawetan dalam kayu teras Jati adalah tectoquinon (2-methylanthraquinone). Kayu jati mengandung 47,5% sellulosa, 30% lignin, 14,5% pentosan, 1,4 % abu dan 0,4-1,5% silika.

Kayu Jati banyak digunakan untuk berbagai keperluan. Beberapa kalangan masyarakat merasa bangga apabila tiang dan papan bangunan rumah serta perabotannya terbuat dari Jati. Berbagai konstruksi pun terbuat dari Jati seperti bantalan rel kereta api, tiang jembatan, balok dan gelagar rumah, serta kusen pintu dan jendela. Pada industri kayu lapis, Jati digunakan sebagai finir muka karena memiliki serat gambar yang indah. Dalam industri perkapalan, kayu Jati sangat cocok dipakai untuk papan kapal yang beroperasi di daerah tropis.

Pemasaran Kayu Jati


“Mengapa kita diperlakukan seperti pencuri ketika mengirim kayu, padahal semua persyaratan dan legalitas penebangan sudah dipenuhi?”. Pertanyaan yang dilontarkan oleh seorang pedagang kayu jati di kota Wonosari, Gunung Kidul ini menyulut berbagai pertanyaan kritis lainnya yang menuntut jawaban lebih mendalam. Tulisan ini mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan mengungkap rantai perdagangan jati dari petani hingga ke pedagang kayu yang saling berlomba mencari keuntungan diantara biaya-biaya yang tak terduga.


Jati (Tectona grandis) merupakan salah satu spesies pohon komersial yang memiliki nilai jual tinggi karena telah dikenal sebagai bahan baku plywood, lantai, furnitur dan kerajinan. Di pulau Jawa, sebagian besar pohon jati diproduksi oleh Perhutani. Sekitar 512 ribu m3 kayu jati dihasilkan oleh Perhutani pada tahun 2007 dan sebanyak 200 ribu m3 kayu jati kualitas menengah telah dijual oleh perusahaan ini.

Selain Perhutani, ribuan petani juga menanam jati meskipun total produksinya tidak terdokumentasi dengan baik. Sensus perdagangan nasional tahun 2003 menunjukkan bahwa 80 juta pohon jati berada di lahan rakyat dan 25% diantaranya siap tebang.

Kabupaten Gunung Kidul memiliki potensi yang sangat besar dalam industri kayu jati. Sebanyak 1.130.290 batang atau sekitar 50,8 m3 kayu jati dari Gunung Kidul diangkut dalam bentuk kayu bulat ke wilayah lain, sebagian besar ke Jepara untuk industri furnitur dan ke Rembang untuk bahan baku kapal.

Data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan DI Yogyakarta tahun 2007, menunjukkan luas hutan jati rakyat DIY sekitar 58.486,6 hektar dan separuhnya (29.230 hektar) berada di wilayah Kabupaten Gunung Kidul. Luasan tersebut ditanami sekitar 19.211.715 batang pohon jati yang merupakan 70,4% dari seluruh pohon jati di DIY.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu jati di Indonesia yang cukup besar, petani jati menghadapi berbagai kendala dalam mengelola tanaman jatinya agar menguntungkan. Kendala-kendala tersebut antara lain: (1) teknik silvikultur yang kurang memadai sehingga menghasilkan kualitas kayu yang rendah; (2) kurangnya modal sehingga petani mengalami kesulitan jika harus menunggu rotasi pertumbuhan pohon; (3) ketidakpahaman akan informasi pasar yang menyebabkan harga jual rendah Petani sering menjadi korban biaya transaksi yang seharusnya ditanggung oleh pedagang; (4) kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada petani. Misalnya saja, prosedur perijinan penebangan dan pengiriman yang dirancang untuk perusahaan kayu berskala besar diaplikasikan pada petani kecil, sehingga menimbulkan biaya tak terduga.

Memahami alur jual beli kayu jati di tingkat petani

Petani umumnya menjual kayu jati dalam bentuk pohon yang masih berdiri di lahan mereka. Informasi tentang jati yang akan dijual diperoleh para pedagang kayu dari perantara yang disebut sebagai makelar kayu. Setelah terdapat kesepakatan harga dan pedagang kayu membayar kepada makelar kayu, penebangan dilakukan oleh pedagang kayu jati.

Sistem seperti ini memunculkan risiko yang cukup besar bagi petani dan pedagang. Petani kehilangan kesempatan mendapatkan harga jual yang lebih tinggi karena pembeli tidak melihat langsung ukuran pohon yang akan dijual, sedangkan pedagang berspekulasi dengan marjin keuntungannya karena pembayaran harus dilunasi sebelum pohon ditebang. Sementara itu pedagang masih harus menanggung biaya pengurusan dokumen yang tidak selalu sama di tiap desa serta biaya transaksi tak terduga lainnya.

Dalam kajian alur pemasaran kayu jati, beberapa peran penting pedagang diidentifikasi sebagai berikut:
  1. Sebagai fasilitator pencarian, bersama dengan makelar pedagang mencari pohon jati, untuk memenuhi kebutuhan dan persyaratan pasar. Pedagang akan melakukan survey ke lokasi pohon yang siap ditebang untuk menaksir harga pohon dan bernegosiasi dengan petani. Di samping itu, pedagang juga menghubungi para calon pembeli untuk mendapatkan informasi mengenai kebutuhan kayu mereka dan harga penawaran pembeliannya. Dalam hal ini pedagang benar-benar menjadi perantara produsen dan konsumen kayu jati dengan tujuan memperoleh keuntungan dari transaksi jual beli ini;
  2. sebagai penyortir yaitu memilih kayu yang sesuai dengan keinginan konsumen. Pedagang mengumpulkan kayu sesuai dengan tingkat kualitas yang sama untuk dijual ke konsumennya;
  3. sebagai pendata contact person dalam saluran pemasaran. Petani tidak perlu menghubungi satu persatu pembeli kayu jati glondongan, tetapi cukup menghubungi makelar dan pedagang kayu, selanjutnya pedaganglah yang akan melakukan pencarian pembeli. Begitu juga sebaliknya, jika konsumen membutuhkan kayu maka pedagang akan dihubungi untuk mencarikan kayu yang sesuai dengan keinginannya.
Bilamana dilihat dari sisi nilai, ketiga peran tersebut merupakan kegiatan yang meningkatkan nilai produk (value-added activities) yang menyertai proses transformasi bentuk pohon ke kayu glondongan. Ketiga peran pedagang di atas melibatkan berbagai komponen biaya dengan bermacam-macam interaksi, yaitu komponen penguasaan fisik, kepemilikan, promosi, negosiasi, pembiayaan, penanggungan risiko, dan pembayaran yang semuanya memiliki beban biaya masing-masing. Di pihak pedagang, pada setiap alur pemasaran ada biaya yang dikeluarkan yang bersifat sunk cost atau tidak dapat dipulihkan lagi karena harga pohon ditawar, disepakati dan dilunasi sebelum pohon ditebang. Harga jual ke konsumen disesuaikan dengan penawaran pembeli karena konsumen pasti tidak akan mau menaikkan harga beli dan pedagang juga tidak bisa banyak menurunkan harga jual. Dalam hal ini muncullah biaya yang menjadi beban pedagang kayu.

Beberapa kebijakan yang berimplikasi pada biaya tak terduga

Permasalahan lain adalah perbedaan biaya transaksi, misalnya ijin tebang berbeda antar satu desa dengan desa lainnya, ada desa yang mengikuti aturan dari dinas ada pula yang menggunakan aturan sendiri. Hal ini mengakibatkan pembebanan biaya tinggi pada pedagang. Biaya-biaya yang rentan ini masih ditambah biaya tak terduga lain yang meresahkan para pedagang, misalnya jika harus mengirim kayu ke luar propinsi.

Peraturan Menteri Kehutanan No. P51/Menhut-II/2006 tentang Penggunaan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) untuk mengangkut hasil hutan yang berasal dari hutan hak masih dipegang teguh oleh kebanyakan pedagang kayu. Sebenarnya peraturan tersebut telah diubah melalui Peraturan Menteri Kehutanan No. P.33/Menhut-II/2007 untuk pengangkutan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak (lahan milik) masyarakat. Perubahan tersebut mulai berlaku 24 Agustus 2007 terutama Pasal 1g yang menyatakan bahwa Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) adalah surat keterangan yang menyatakan sahnya pengangkutan, penguasaan atau kepemilikan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan hak atau lahan masyarakat.

Perubahan PERMENHUT tersebut dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa kayu dari lahan rakyat cukup berkembang dan banyak diminati oleh industri kayu serta memiliki potensi pasar yang besar. Namun yang terjadi di lapangan, banyak kendaraan angkutan kayu diberhentikan oleh aparat berwenang yang menganggap pengangkutan tersebut menyalahi aturan pengangkutan. Mereka berpegang pada peraturan yang melindungi kelestarian kawasan hutan tehadap perilaku manusia yang berkaitan dengan pembalakan liar (illegal logging) yang diatur pada pasal 50 UU Nomor 41 Tahun 1999 jo UU Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi UU. Terutama, pasal 78 ayat 1-15 yang mengatur tentang ketentuan pidana terhadap segala pelanggaran dari ketentuan pasal 50 tersebut.

Kebijakan kehutanan dalam Permenhut No. 55 tahun 2006, yang memberikan kewenangan kepada perusahaan kayu untuk mengeluarkan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH), ternyata juga memiliki celah untuk berkembangnya modus baru pembalakan liar yang melibatkan masyarakat. Ada kelemahan dalam kebijakan tersebut, yaitu kesulitan pengawasan apabila ada kayu liar yang dibawa masyarakat untuk disisipkan di penampungan kayu dan disahkan agar menjadi legal. Pihak berwenang mensinyalir bahwa sudah banyak cukong kayu menggunakan modus baru dengan mendanai masyarakat untuk membabat hutan. Untuk mencegah terjadinya hal ini, pihak berwenang menggunakan peraturan tentang pembalakan liar agar dapat menghentikan dan menginterogasi pengangkutan kayu ke luar propinsi. Jika pengangkut bisa menunjukkan keabsahan dokumen serta peraturan yang lebih detil maka pihak berwenang akan sepenuhnya membebaskan jalannya pengangkutan atau membebaskan dengan syarat. Syarat inilah yang menambah deretan biaya tak terduga yang dibebankan kepada pedagang.

Beberapa pembelajaran

Pembelajaran dari tumpang tindih peraturan dan permasalahan pemasaran kayu jati di Gunung Kidul mengarahkan kepada beberapa rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
  1. Pemerintah daerah dan lembaga-lembaga pengembangan masyarakat perlu memberikan perhatian terhadap upaya penguatan kapasitas petani jati dan pedagang perantara kayu jati dalam strategi pemasaran kayu mereka. Perhatian khusus perlu difokuskan pada penerapan sistem kelas mutu dan pengukuran kayu bulat pada tingkat kebun/desa. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan sistem penilaian pohon yang diusulkan oleh kegiatan ICRAF di Kabupaten Gunung Kidul untuk mengurangi risiko kerugian petani maupun pedagang dalam proses jual beli kayu jati.
  2. Pemerintah daerah dan lembaga-lembaga pengembangan masyarakat perlu memfasilitasi petani dengan menyediakan sistem informasi pasar kayu jati yang lebih baik, seperti antara lain melalui siaran radio untuk memantau perkembangan harga serta kualitas kayu jati yang dibutuhkan industri kayu.
  3. Pemerintah daerah perlu memfasilitasi kelompok-kelompok tani dengan menghubungkan mereka ke jaringan industri kayu, seperti melalui pengembangan kontrak jangka panjang antara kelompok petani jati dengan perusahaan mebel bersertifikat.
  4. Pemerintah pusat dan daerah perlu menyederhanakan aturan-aturan dalam perdagangan kayu (SKSKB dan SKSHH) yang berpeluang meningkatkan biaya transaksi dalam perdagangan kayu. Disarankan agar aturan tata usaha kayu jati dimasukkan dalam skema Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) kayu.
Diharapkan terdapat titik temu antara pembuat kebijakan dan pihak-pihak terkait dengan pemasaran kayu jati agar bisa menghasilkan solusi yang saling menguntungkan untuk menghidupkan mesin pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengelola pohon jati.

Tips Untuk menanam Pohon Jati



Siapa yang tidak kenal dengan Kota Blora? Kota kecil namun tenang, terletak di Pripinsi Jawa Tengah bagian timur. Berbatasan antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur. Banyak juga orang yang menyebutnya dengan “kota sate”.
Tetapi pada saat ini kita tidak akan membicarakan masalah makanan, terutama sate. Ada satu hal lagi yang menarik dari Kota Blora, dan ini lebih terkenal, tidak hanya di Jawa Tengah, namun di seluruh Indonesia bahkan sampai ke manca negara. Apalagi kalau bukan pohon jati. Jadi, kalau bapak ibu datang ke kota Blora, tengok aja ke kanan kiri jalan pasti akan disuguhi pemandangan yang indah, yakni hutan jati.
Mungkin Anda penasaran, bagaimana cara membudidayakan pohon jati supaya dapat tumbuh dengan subur. Apabila Anda tertarik, ikuti petunjuk berikut ini !

Sebelum mulai menanam pohon jati, ada beberapa tips/cara yang perlu kita perhatikan.
  • Pilihlah benih jati yang baik dengan ketentuan berdiameter 1-1,5 cm.
  • Jemur benih jati tersebut sampai betul-betul kering.
  •  Setelah bibit jati itu kering, rendamlah bibit tersebut dengan campuran air accu dan air tawar dengan perbandingan 1 : 10 ( air accu 1 liter perlu air tawar 10 liter ) selama 3 hari.
  • Selanjutnya benih jati tersebut diangkat dan ditiriskan atau ditus selama 0,5 sampai 1 hari.
  • Siapkan media / bedeng tabur ukuran sembarang, dan di sekelilingnya dibuatkan pembatas.
  • Setelah media / bedeng siap, taburkan benih jati tersebut di atas bedengan.
  • Setelah benih jati ditabur semua, kemudian benih tersebut kita timbun dengan pasir hitam/pasir bengawan setebal 1,5-2 cm.
  • kemudian kita tutup bedeng tersebut dengan plastic, kalau tidak ada plastic bias kita tutup dengan dedaunan.
  • Selama di dalam bedeng, benih tidak boleh kering harus diatur kelembabannya.
  • Kemudian kita tunggu selama 7 – 14 hari.
  • Kalau sudah berkecambah harus kita pindahkan ke polibek yang sebelumnya sudah kita siapkan.
  • Polibek yang kita siapkan berisi tanah, pupuk organic/kandang, dan rambut padi, dengan perbandingan 1 : 3 : 2.

Manfaat dan kegunaan Pohon Jati



Manfaat Dan Kegunaan Pohon Jati (Tectona grandis)
Manfaat Dari Akar Hingga Daun
Eksistensi pohon jati sebagai penghasil kayu kualitas nomor wahid sudah tidak diragukan lagi. Pohon jati memang sangat dikenal dengan hasil kayu yang indah, awet, tahan terhadap serangan rayap dan cuaca. Pohon dengan nama ilmiah Tectona grandis sp. ini mampu tumbuh hingga ratusan tahun dengan ukuran yang besar dan tinggi sekitar 40-45 meter.
Ciri-Ciri
Sebagai pohon penghasil kayu nomor satu kelas dunia, jati memiliki ciri-ciri khusus. Pohon tinggi besar dan lurus, memiliki lingkaran tahun, warna kayu coklat kuning hingga cokelat kemerahan, bentuk daun elips dengan ukuran 60-70x80-100cm untuk pohon muda dan akan mengecil saat pohon semakin tua berkisar 15x20cm, daun berbulu halus dan menghasilkan warna merah darah jika diremas.
Selain itu, kayu jati memiliki ciri khusus yang sangat unik. Hal ini pula yang membuat jati dijadikan kayu berkualitas tinggi. Permukaan kayu jati memiliki zat serupa minyak sehingga membuat kayu tampak indah tanpa harus divernis. Cukup diamplas, berbagai furniture maupun barang berbahan dasar kayu jati akan tampak indah. Terlebih, jika diletakkan di tempat beratap.
Kokoh dan "Tahan Api"
Pohon jati dapat dikatakan sebagai salah satu pohon yang paling peka terhadap perubahan cuaca. Hal ini terbukti dengan pengguguran daun saat kemarau untuk mengurangi penguapan melalui daun sehingga persediaan air tidak cepat habis. Jati cocok tumbuh di area tanah agak basa yang memiliki pH 6-8, mengandung kapur yang cukup banyak, mengandung fosfor, dan tidak terlalu tergenang air.
Jati merupakan kayu yang sangat kokoh dan keras. Pengolahan kayu jati harus dilakukan dengan telaten. Bahkan, para pekerja Inggris kala itu meminta upah lebih jika harus membuat barang berbahan jati. Tak jarang, kekerasan kayu jati mampu menghancurkan perkakas para pekerja. Kekokohan inilah yang membuat jati digunakan untuk membuat kapal laut VOC pada abad ke-17.
Selain digunakan sebagai bahan baku kapal-kapal laut, kayu jati digunakan untuk membuat konstruksi berat. Misalnya, pembuatan rel kereta dan jembatan. Di lingkungan rumah tangga, kayu jati digunakan untuk membuta berbagai furniture dan konstruksi bangunan. Kayu jati dipilih karena memiliki ketahanan luar biasa dan tahan terhadap perubahan cuaca serta serangan rayap.
Pohon jati boleh dikatakan sebagai kayu pertama yang tahan terhadap api atau tidak mudah terbakar. Hal ini terjadi karena jati memiliki kulit yang tebal. Tidak hanya kulit pohon, buah jati memiliki kulit tebal serta dilindungi tempurung cukup keras. Biji pohon jati tidak akan rusak saat terbakar karena hanya tempurungnya yang terbakar. Bila tempurung biji rusak, jati akan mudah bertunas saat hujan tiba.
Kegunaan Pohon Jati
Selain kuat, pohon jati memiliki banyak manfaat dari akar hingga daun. Berikut ini beberapa manfaat pohon jati.
Akar berguna sebagai pewarna. Sekitar abad ke-17, warga Sulawesi Selatan menggunakan akar jati untuk mewarnai anyaman. Warna yang dihasilkan adalah kuning dan kuning agak kecoklatan.
Pohon jati berguna untuk membuat berbagai konstruksi berat dan furniture. Selain itu, hasil seduhan kayu jati yang pahit dapat dijadikan sebagai penawar rasa sakit.
Ranting pohon jati berguna sebagai bahan bakar kualitas satu yang menghasilkan panas sangat tinggi sehingga dulu digunakan sebagai bahan bakar lokomotif uap.
Daun muda yang diseduh maupun ditumbuk berguna sebagai penawar rasa sakit.

Jumat, 06 Maret 2015

JENIS JENIS KAYU JATI

A.   Jati Unggul
Jati unggul merupakan hasil kloning dari induk berupa pohon jati plus atau jati elit. Pohon jati plus atau elit ini adalah tegakan-tegakan jati yang memiliki keunggulan-keunggulan, seperti pertumbuhan yang cepat, batang bebas yang relative tinggi, dan tingkat kelurusan batang yang lebih baik dibandingkan dengan pohon jati yang tumbuh disekitarnya. Pohon-pohon jati plus atau elit yang digunakan sebagai bibit yang dikloning untuk menghasilkan jati unggul ini merupakan hasil seleksi Perum Perhutani sejak tahun 1982, di Cepu, Jawa Timur.

Dalam sejarahnya, jati plus atau elit yang menjadi cikal bakal jati unggul berasal dari 300 pohon plus yang diseleksi sebagai upaya peningkatan mutu genetic oleh Perum Perhutani yang kemudian ditanam sebagai bank klon dan benih klonal. Hasilnya kemudian dijadikan sebagai sumber bibit melalui pembiakan vegetative mikro (kultur jaringan) atau tissue culture.

B.    Jati Super
Jati super merupakan jati hasil kultur jaringan yang berasal dari kebun jati di Malaysia. Meskipun demikian, menurut Siahaan (2001) asal klon jati super adalah dari Thailand. Biji-biji dari ratusan pohon jati yang didatangkan dari berbagai Negara, seperti Thailand, Indonesia, India, afrika ditanam dilokasi seluas 440 ha. Dari 440 ha jati ini kemudian ditemukan 33 pohon yang pertumbuhannya luar biasa cepat jika dibandingkan dengan pohon lainnya. 

Dalam jangka waktu 15 tahun, 33 pohon jati tersebut garis tengahnya sudah mencapai 35-40 cm, tinggi 20 meter, dab percabangannya diatas 6 meter. Dengan demikian, 33 pohon ini dijadikan sebagai pohon jati induk untuk menghasilkan bibit jati unggul melalui tekhnik cloning dengan nama jati super. Menurut Anton (2000), keunggulan jati super dibandingkan dengan jati biasa dari jenis jati Jawa yang berasal dari biji sebagai berikut.

1.    Pertumbuhan tanaman lebih seragam (99%) sedangakan jati asal bibit dari biji hanya 20%.
2.    Kesehatan bibit terjamin
3.    Tingkat pertumbuhan per tahun lebih cepat
4.    Bentuk batang lebih lurus dan percabangan sedikit.
5.    Biaya perawatan lebih rendah dan perawatan lebih sederhana.
6.    Bibit bebas dari kontaminasi HPT(hama dan penyakit tanaman)
7.    Suplai  bibit terjamin secara kontinu

C.   Jati Emas
Jati emas merupakan bibit unggul hasil teknologi kultur jaringan dengan induk tanaman pada mulanya berasal dari Myanmar. Jati emas ini sudah sejak tahun 1980 di tanam secara luas di Myanmar dan Thailand. Sementara itu, penanaman jati emas di Malaysia secara  meluas dilakukan pada tahun 1990 dan di Indonesia dimulai pada tahun 1996 dengan penanaman jati emas hingga 1 juta pohon didaerah indramayu, Jawa Barat. Untuk perbandingan, tanaman jati emas berumur 5-7 tahun sudah mempunyai batang denagn diameter 27 cm dan tinggi pohon sekitar 16 meter. Pada umur yang sama, jati bias (konvensional), diameter batangnya baru sekitar 3,5 cm dan tinggi pohonnya sekitar 4 m. dalam tabel berikut ini ditampilkan perkiraan hasil panen kayu jati emas.

D.   Jati Biotropika
Jati biotropika merupakan jati hasil produksi bersama antara Seameo Biotrop dan PT PPA Agricola. Eksplan jati biotropika untuk pertama kalinya berasal dari tunas mikro steril dari jati unggul (genjah/fast growing) milik Seameo Biotrop yang diberi merek dagang jati emas. Jadi, jati emas dan jati biotropika sebenarnya berasal dari satu klon yang sama, yang membedakkan merek dagangnya saja. Munculnya jati biotropika lebih disebabkan permintaan pasar yang begitu besar terhadap bibit jati luhur kultur jaringan, sehingga ceruk pasar yang ada tersebut dimanfaatkan oleh produsen jati biotropika.
Pertambahan diameter jati biotropika minimum 2 cm per tahun,, sehingga sudah dapat dipenen saat berumur 15-20 tahun. Jati biotropika bisa digunakan untuk pigura, kusen pintu dan jendela, dan furniture yang berukuran kecil. Berikut ini perbandingan laju pertumbuhan jati biotropika dengan jati konvensional.
Untuk lebih jelas perkiraan hasil panen dari pohon jati unggul, jati emas, jati super, dan jati biotropika ini Anda bisa membaca lebih lanjut pada sumber buku di bawah ini.


Harga Kayu Jati Olahan Terbaru 

·         Harga Kayu Jati Olahan Terbaru untuk ukuran papan lebar >20 cm                –>> Rp 2 juta/M³.
·         Harga Kayu Jati Olahan Terbaru untuk ukuran papan lebar 16 – 18 cm           –>> Rp 1,7 juta/M³.
·         Harga Kayu Jati Olahan Terbaru untuk ukuran papan lebar < 15 cm / palet –>> Rp 800 ribu/M³.
* Harga Kayu Jati Olahan Terbaru tersebut adalah kesepakatan sipembeli mengolah sendiri, dengan ketentuan harus membuatkan saya terlebih dahulu ukuran kayu papan dengan ketebalan 4 cm sebanyak 2 M³ untuk kebutuhan kusen daun pintu dan jedela rumah impian.
·         Upah pekerja tebang potong                —>> Rp 250.000 /1 mobil truk.
·         Upah pekerja mengangkut ke mobil —>> Rp 625.000/ 1 mobil truk.
·         Upah Mobil pengangkut                        —>> Rp 200.000/ 1 mobil truk.
·         Upah Serkel/Gergaji Mesin                 —>>  Rp 180.000/ 1 M³.